Etika dan Politik
Politik tanpa etika adalah rapuh dan syarat pelanggaran hukum dan kesewenang-wenangan dari pihak penguasa. Bila sebuah negara yang menggunakan sistem politik sebagai roda untuk berkuasa tanpa etika maka bangsa tersebut akan masuk dalam jurang kehancuran
Politik yang seharusnya adalah politik yang berlandaskan etika. Dalam perpolitikan orang harus mengenal dan menjalankan etika politik sebagaimana adanya. Kecenderungan yang terjadi sekarang ini adalah orang ingin berpolitik hanya sebagai komoditas menuju kursi kekuasaan. Kecenderungan ini adalah salah satu kesalahan besar dalam sistem perpolitikan di negara ini. Sebab orang meremehkan etika bahkan melupakan etika dalam dunia politik.
Politik memang menjanjikan suatu harapan yang besar sementara etika memaksa kita untuk taat pada norma dan aturan yang berlaku dalam dunia politik. Etika tidak hanya berperan dalam sopan satun tapi lebih pada penilaian apakah suatu perbuatan; aturan dan hukum yang berlaku itu benar dan tidak melanggar hak asasi manusia. Etika yang sering juga disebut filsafat moral adalah bagian yang sangat penting dalam meluruskan hukum dan aturan yang sudah berlaku demi menghargai dan menjunjung tinggi martabat manusia. Tanpa memerhatikan sistem etika dalam perpolitikan, maka perlakuan yang tidak adil dan mementingkan diri akan menjadi hal yang biasa.
Hilangnya Etika
Paskah jatuhnya Soeharto, Indonesia masuk dalam zaman reformasi yang mengagung-agungkan kebebasan. Setelah memasuki zaman reformasi kebebasan tadi bukannya membawa bangsa ini ketahap kemakmuran, tapi pada tahap penderitaaan (suffering). Padahal kita telah mencapai cita-cita kita yaitu kebebasan. Mungkin ini menjadi pertanyaan mendasar bagi kita sekarang ini. Mengapa yang terjadi adalah kemiskinan dan penderitaan.
Para politikus yang sebelumnya berjanji membawa bangsa ini terlepas dari belenggu kemiskinan malahan masuk dalam jurang kemiskinan dan penderitaan.
Penduduk miskin semakin bertambah. Para pengemis semakin hari semakin banyak jumlahnya. Apakah ini yang dinamakan kebebasan dan kemerdekaan. Anggota DPR yang terhormat berlomba-lomba menaikkan gajin mereka. Mereka lebih mementingkan diri sendiri daripada rakyat. Apakah dalam sejarah bangsa ini ada anggora dewan yang miskin dan tidak dapat makan. Tapi kalau tidak ada mengapa mereka terus merasa kekurangan.
Sementara di sudut-sudut kota besar tempat menjulangnya bangunan tinggi dan megah berceceran anak-anak miskin dan tak dapat mengecap pendidikan seperti selayaknya yang menjadi hak mereka. Jangankan mengecap pendidikan untuk bertahan hidup saja mereka harus mengemis dan melakukan pekerjaan-pekerjaan yang seharusnya tidak mereka lakukan untuk tetap hidup. Pernakah pemerintah kita atau anggota DPR yang terhormat ini memikirkan nasip mereka. Apakah aturan PP NO 37 tahun 2006 adalah sesuatu yang amat penting, sehingga terjadi perseteruan dimana-mana dan DPR sibuk memberi penjelasan yang nampaknya rasional untuk membenarkan PP ini.
Hilangnya etika perpolitikan adalah awal dari kesewenang-wenangan para penguasa untuk merampas apa yang menjadi hak rakyat. Hal yang sangat ditonjolkan adalah politik aturan yang berlaku. Dalam etika, aturan-aturan yang sudah menjadi hukum itu perlu ditinjau ulang. Aturan bukanlah hukum yang sudah tidak dapat ditawar-tawar lagi. Jika seandainya terbukti bahwa aturan-aturan tersebut menuai kritikan yang keras dari masyarakat itu berarti aturan yang berlaku itu perlu diubah. Karena melanggar hak-hak orang lain.
Maka pemerintah dan badan kehormatan yang ada dilembaga dewan perwakilan rakyat, tidak dapat menggunakan hukum yang berlaku sebagai senjata ampuh untuk membenarkan diri. Perlu kita ketahui bahwa hukum yang berlaku sekarang ini adalah hukum yang dibuat oleh pemerintah dan DPR juga yang syarat dengan kepentingan. Etika merupakan hukum terakhir yang mampu memberi keadilan bagi setiap warga negara.
Etika mempertanyakan semua hukum yang sudah berjalan selama ini demi kebahagiaan dan kesejahteraan masyarakat. Maka Aristoteles tidak pernah melapaskan politik dari etika. Baginya politik harus berjalan diatas etika.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar