Sabtu, 07 Mei 2011

JURNALISTIK

BAB I

DASAR-DASAR JURNALISTIK

Jurnalistik:

Apa Itu Jurnalistik?
Menurut Kris Budiman, jurnalistik (journalistiek, Belanda) bisa dibatasi secara singkat sebagai kegiatan penyiapan, penulisan, penyuntingan, dan penyampaian berita kepada khalayak melalui saluran media tertentu. Jurnalistik mencakup kegiatan dari peliputan sampai kepada penyebarannya kepada masyarakat. Sebelumnya, jurnalistik dalam pengertian sempit disebut juga dengan publikasi secara cetak. Dewasa ini pengertian tersebut tidak hanya sebatas melalui media cetak seperti surat kabar, majalah, dsb., namun meluas menjadi media elektronik seperti radio atau televisi. Berdasarkan media yang digunakan meliputi jurnalistik cetak (print journalism), elektronik (electronic journalism). Akhir-akhir ini juga telah berkembang jurnalistik secara tersambung (online journalism).
Sedangkan menurut Wikipedia Indonesia, secara harfiyah, jurnalistik (journalistic) mempunyai arti kewartawanan atau kepenulisan. Kata dasarnya “jurnal” (journal), artinya laporan atau catatan, atau “jour” dalam bahasa Prancis yang berarti “hari” (day). Asal-muasalnya dari bahasa Yunani kuno, “du jour” yang berarti hari, yakni kejadian hari ini yang diberitakan dalam lembaran tercetak.
Secara konseptual, jurnalistik dapat dipahami dari tiga sudut pandang: sebagai proses, teknik, dan ilmu.
1. Sebagai proses, jurnalistik adalah “aktivitas” mencari, mengolah, menulis, dan menyebarluaskan informasi kepada publik melalui media massa. Aktivitas ini dilakukan oleh wartawan (jurnalis).
2. Sebagai teknik, jurnalistik adalah “keahlian” (expertise) atau “keterampilan” (skill) menulis karya jurnalistik (berita, artikel, feature) termasuk keahlian dalam pengumpulan bahan penulisan seperti peliputan peristiwa (reportase) dan wawancara.
3. Sebagai ilmu, jurnalistik adalah “bidang kajian” mengenai pembuatan dan penyebarluasan informasi (peristiwa, opini, pemikiran, ide) melalui media massa. Jurnalistik termasuk ilmu terapan (applied science) yang dinamis dan terus berkembang sesuai dengan perkembangan teknologi informasi dan komunikasi dan dinamika masyarakat itu sendiri. Sebaga ilmu, jurnalistik termasuk dalam bidang kajian ilmu komunikasi, yakni ilmu yang mengkaji proses penyampaian pesan, gagasan, pemikiran, atau informasi kepada orang lain dengan maksud memberitahu, mempengaruhi, atau memberikan kejelasan.

Sejarah Jurnalistik
Assegaff sedikit menceritakan bahwa jurnalistik berasal dari kata Acta Diurna, yang terbit di zaman Romawi, dimana berita-berita dan pengumuman ditempelkan atau dipasang di pusat kota yang di kala itu disebut Forum Romanum. Namun asal kata jurnalistik adalah “Journal” atau “Du jour” yang berarti hari, di mana segala berita atau warta sehari itu termuat dalam lembaran tercetak. Karena kemajuan teknologi dan ditemukannyapencetakan surat kabar dengan system silinder (rotasi), maka istilah “pers muncul”, sehingga orang lalu mensenadakan istilah “jurnalistik” dengan “pers”
Sejarah yang pasti tentang jurnalistik tidak begitu jelas sumbernya, namun yang pasti jurnaliatik pada dasarnya sama yaitu diartikan sebagai laporan. Dan dari pengertian ada beberapa versi. Kalau dalam sejarah Islam cikal bakal jurnalistik yang pertama kali didunia adalah pada zaman Nabi Nuh.
Suhandang dalam bukunya mengkisahkan bahwa pada waktu itu sebelum Allah SWT menurunkan banjir yang sangat hebat kepada kaum yang kafir, maka datanglah malaikat utusan Allah SWT kepada Nabi Nuh agar ia memberitahukan cara membuat kapal sampai selesai. Kapal yang akan dibuatnya sebagai alat untuk evakuasi Nabi Nuh beserta sanak keluarganya, seluruh pengikutnya yang shaleh dan segala macam hewan masing-masing satu pasang.
Tidak lama kamudian, seusainya Nabi Nuh membuat kapal, hujan lebat pun turun berhari-hari tiada hentinya. Demikian pula angin dan badai tiada henti, menghancurkan segala apa yang ada di dunia kecuali kapal Nabi Nuh. Dunia pun dengan cepat menjadi lautan yang sangat besar dan luas. Saat itu Nabi Nuh bersama oranng-orang yang beriman lainnya dan hewan-hewan itu telah naik kapal, dan berlayar dengan selamat diatas gelombang lautan banjir yang sangat dahsyat.
Hari larut berganti malam, hingga hari berganti hari, minggu berganti minggu. Namun air tetap menggenang dalam, seakan-akan tidak berubah sejak semula. Sementara itu Nabi Nuh beserta lainnya yang ada dikapal mulai khawatir dan gelisah karena persediaan makanan mulai menipis. Masing-masing penumpang pun mulai bertanya-tanya, apakah air bah itu memang tyidak berubah atau bagaimana? Hanya kepastian tentang hal itu saja rupanya yang bisa menetramkan karisuan hati mereka. Dengan menngetahui situasi dan kondisi itu mereka mengharapkan dapat memperoleh landasan berfikir untuk melakukan tindak lanjut dalam menghadapi penderitaanya, terutama dalam melakukan penghematan yang cermat.
Guna memenuhi keperluan dan keinginan para penumpang kapalnya itu Nabi Nuh mengutus seekor burung dara ke luar kapal untuk meneliti keadaan air dan kemungkinan adanya makanan. Setelah beberapa lama burung itu terbang mengamati keadaan air, dan kian kemari mencari makanan, tetapi sia-sia belaka. Burung dara itu hanya melihat daun dan ranting pohon zaitun (olijf) yang tampak muncul ke permukaan air. Ranting itu pun di patuknya dan dibawanya pulang ke kapal. Atas datangnya kembali burung itu dengan membawa ranting zaitun. Nabi Nuh mengambil kesimpulan bahwa air bah sudah mulai surut, namun seluruh permukaan bumi masih tertutup air, sehingga burung dara itu pun tidak menemukan tempat untuk istirahat demikianlah kabar dan berita itu disampaikan kepada seluruh anggota penumpangnya.
Atas dasar fakta tersebut, para ahli sejarah menamakan Nabi Nuh sebagai seorang pencari berita dan penyiar kabar (wartawan) yang pertama kali di dunia. Bahkan sejalan dengan teknik-teknik dan caranya mencari serta menyiarkan kabar (warta berita di zaman sekarang dengan lembaga kantor beritannya). Mereka menunjukan bahwa sesungguhnya kantor berita yang pertama di dunia adalah Kapal Nabi Nuh.
Baik hikayat Nabi Nuh menurut keterangan Flavius Josephus maupun munculnya acta diurna belum merupakan suatu penyiaran atau penerbitan sebagai harian, akan tetapi jelas terlihat merupakan gejala awal perkembangan jurnalistik. Dari kejadian tersebut dapat kita ketahui adanya suatu kegiatan yang mempunyai prinsip-prinsip komunikasi massa pada umumnya dan kejuruan jurnalistik pada khususnya. Karena itu tidak heran kalau Nabi Nuh dikenal sebagai wartawan pertama di dunia. Demikian pula acta diurna sebagai cikal bakal lahirnya surat kabar harian.
Seiring kemajuan teknologi informasi maka yang bermula dari laporan harian maka tercetak manjadi surat kabar harian. Dari media cetak berkembang ke media elektronik, dari kemajuan elektronik terciptalah media informasi berupa radio. Tidak cukup dengan radio yang hanya berupa suara muncul pula terobosan baru berupa media audio visual yaitu TV (televisi). Media informasi tidak puas hanya dengan televisi, lahirlah berupa internet, sebagai jaringan yang bebas dan tidak terbatas. Dan sekarang dengan perkembangan teknologi telah melahirkan banyak media (multimedia).

Ruang Lingkup Jurnalistik
Ruang lingkup jurnalistik sama saja dengan ruang lingkup pers. Dalam garis besar jurnalistik Palapah dan Syamsudin dalam diktat membagi ruang lingkup jurnalistik ke dalam dua bagian, yaitu : news dan views (Diktat “Dasar-dasar Jurnalistik”).
News dapat dibagi menjadi menjadi dua bagian besar, yaitu :
1. Stainght news, yang terdiri dari :
a. Matter of fact news
b. Interpretative report
c. Reportage
2. Feature news, yang terdiri dari :
a. Human interest features
b. Historical features
c. Biographical and persomality features
d. Travel features
e. Scientifict features
Views dapat dibagi kedalam beberapa bagian yaitu :
1. Editorial
2. Special article
3. Colomum
4. Feature article

Berita/news
Menurut J. B. Wahjudi; berita adalah laporan tentang peristiwa atau pendapat yang memiliki nilai yang penting, menarik bagi sebagian besar khalayak, masih baru dan dipublikasikan secara luas melalui media massa periodik.
Sebuah berita sudah pasti suatu informasi, tetapi suatu informasi belum tentu sebuah berita. hal ini dikarenakan informasi baru dapat dikatakan berita apabila suatu informasi memiliki unsur-unsur yang mempunyai "nilai berita atau nilai jurnalistik" dan disebarluaskan pada khalayak.Pencatatan dari informasi yang paling penting, menarik, cermat, serta informatif yang diperoleh dari apa yang difikirkan, dikatakan, dilihat, digambarkan, direncanakan, dan dikerjakan orang.

- If A Dog Bites A Man, That Is Not News But If A Man Bites A Dog, That Is News


Nilai Berita
Menurut Kris Budiman sebuah berita cukup memuat lima nilai, diantara :
1. Objektif: berdasarkan fakta, tidak memihak.
2. Aktual: terbaru, belum "basi".
3. Luar biasa: besar, aneh, janggal, tidak umum, Human Interest (Menarik), Prominence (Ketenaran)
4. Penting: pengaruh atau dampaknya bagi orang banyak; menyangkut orang penting/terkenal.
5. Jarak: familiaritas, kedekatan (geografis, kultural, psikologis).

Namun, menurut Masri Sareb Putra dalam bukunya "Teknik Menulis Berita dan Feature", malah memberikan dua belas nilai berita dalam menulis berita (2006: 33). Dua belas hal tersebut di antaranya adalah:
1. sesuatu yang unik,
2. sesuatu yang luar biasa,
3. sesuatu yang langka,
4. sesuatu yang dialami/dilakukan/menimpa orang (tokoh) penting,
5. menyangkut keinginan publik,
6. yang tersembunyi,
7. sesuatu yang sulit untuk dimasuki,
8. sesuatu yang belum banyak/umum diketahui,
9. pemikiran dari tokoh penting,
10. komentar/ucapan dari tokoh penting,
11. kelakuan/kehidupan tokoh penting, dan
12. hal lain yang luar biasa.

Syarat Berita :
Menurut Hafiz Ansyari ada beberapa syarat berita :
1. Fakta : Berdasarkan kenyataan yang didapat di lapangan
1. Kejadian nyata
2. Pendapat (Opini) narasumber
3. Pernyataan sumber berita
Catatan: Opini atau pendapat pribadi reporter yang dicampuradukkan dalam pemberitaaan yang ditayangkan bukan merupakan suatu fakta dan bukan karya jurnalistik.
2. Obyektif
Sesuai dengan keadaan sebenarnya, tidak boleh dibumbui sehingga merugikan pihak yang diberitakan. Reporter dituntut adil, jujur dan tidak memihak, apalagi tidak jujur secara yuridis merupakan sebuah Pelanggaran Kode Etik Jurnalistik.
3. Berimbang
Porsi sama, tidak memihak/tidak berat sebelah. Reporter harus mengabdi pada kebenaran ilmu atau kebenaran berita itu sendiri dan bukan mengabdi pada sumber berita (check, re-check and balance) yang perlu didukung dengan langkah konfirmasi dari pihak-pihak yang terkait dalam pemberitaan.
4. Lengkap
Terkait dengan rumus umum penulisan berita yakni 5W+1H
1. What : Peristiwa apa yang terjadi (unsur peristiwa)
2. When : Kapan peristiwa terjadi (unsur waktu)
3. Where : Dimana peristiwa terjadi (unsur tempat)
4. Who : Siapa yang terlibat dalam kejadian (unsur orang/manusia)
5. Why : Mengapa peristiwa terjadi (unsur latar belakang/sebab)
6. How : Bagaimana peristiwa terjadi. (unsur kronologis peristiwa)
5. Akurat
Tepat, benar dan tidak terdapat kesalahan. Akurasi sangat berpengaruh pada penilaian kredibilitas media maupun reporter itu sendiri.
6. Aktual: Berita harus suatu hal yang terbaru/terkini. Jangan sajikan sesuatu yang sudah basi.

Macam-Macam Berita
1. Berita fakta peristiwa: Segalala sesuatu yang terjadi. Biasanya ditulis dalam bentuk tulisan langsung (stright news): Bentuk tulisan ini ringkas, padat berdasarkan fakta opini maupun wakta empirik, dengan susunan piramida terbalik. Sifatnya biasanya informatif, aktual, dan tidak terlalu mendalam. Memenuhi unsur 5 W dan 1 H.
2. Berita fakta pendapat : Berita yang menggembarkan fakta kejadian namun dalam penyajiannya dilakukan dari pendapat atau keterangan seseorang.
3. Berita Interpretasi: berita berdasarkan fakta yang ditambah dengan penjelasan lain, seperti tambahan dari perpustakaan atau sumber lainnya.
4. Reportase/laporan: Penulisan reportase biasanya cukup panjang karena biasanya melaporakan sesuatu peristiwa seperti lapsus maupun perjalanan.
5. Berita Investigasi (investigative news): Berita yang ditulis secara mendalam dan lengkap untuk mengungkap kasus atau peristiwa besar dengan cara menelusuri atau meriset. Reportase jenis ini termasuk proses jurnalisme tingkat tinggi dengan tingkat kesulitan yang tinggi pula. Umumnya jenis reportase ini hanya bisa dilakukan wartawan yang sudah cukup pengalaman dan didukung penuh lembaganya. Sebab, biasanya liputan jenis ini mengungkap berbagai fakta yang penuh dengan risiko hukum maupun keselamatan penulisnya.
6. Features (berita cerita/kisah): Berita ini ditulis dengan bercerita, dibuat semenarik mungkin. Bisa tentang kisah manusia, hewan, perjalanan. Diutamakan sesuatu yang bisa menggugah perasaan manusia, dan mengandung unsur human interest
7. Artikel: Tulisan ilmiah. Bisa dari kajian atau analisis para penulis di luar orang-orang redaksi. Bisa ditulis para tokoh yang mengulas berbagai permasalahan yang terjadi. Gagasan dan sebagainya.
8. Tajuk rencana: Tulisan ini biasanya ditulis oleh pimpinan redaksi atau orang di jajaran redaksi yang dipercayai untuk menulis ini. biasanya menyoroti masalah paling aktual dan mempunyai nilai berita tinggi.
9. Berita foto: Foto harus bisa berbicara lebih.

Sumber Berita
Hal penting lain yang dibutuhkan dalam sebuah proses jurnalistik adalah pada sumber berita. Ada beberapa petunjuk yang dapat membantu pengumpulan informasi, sebagaimana diungkapkan oleh Eugene J. Webb dan Jerry R. Salancik (Luwi Iswara 2005: 67) berikut ini.
1. Observasi langsung dan tidak langsung dari situasi berita.
2. Proses wawancara.
3. Pencarian atau penelitian bahan-bahan melalui dokumen publik.
4. Partisipasi dalam peristiwa.
- Peristiwa momentum: Gunung meletus, kebakaran, kecelakaan, dsb
- Peristiwa fenomena: tren, dsb
- Berita lanjutan

BAB II
PENULISAN BERITA DAN ARTIKEL

Latar Belakang
Industri pers merupakan industri yang berbasiskan informasi aktual, akurat, dan layak jual. Informasi terpilih harus disampaikan dalam bentuk berita ataupun artikel dengan nilai presisi tinggi agar isi berita/artikel itu aktual, akurat, serta dapat diterima pembaca secara utuh. Penerimaan yang utuh dan terus menerus akan membuat pembaca mempercayai dan memilih untuk loyal kepada media yang menyampaikan informasi tersebut.
Bahasa menjadi medium yang paling berperan dalam penyampaian informasi itu. Foto yang paling ‘berbicara’ dan tabel yang komprehensif masih membutuhkan bahasa untuk benar-benar dipahami secara utuh tanpa distorsi. Bahkan, bahasa juga sebagai medium untuk menegaskan ciri suatu penerbitan pers.

Bahasa Jurnalistik
Menurut Haris Sumadiria (2004:127-132), bahasa yang lazim dipakai media cetak berkala, yakni surat kabar, tabloid, dan majalah, disebut bahasa jurnalistik pers. Ciri utama bahasa jurnalistik di antaranya sederhana, singkat, padat, lugas, jelas, demokratis, mengutamakan kalimat aktif, sejauh mungkin menghindari penggunaan kata atau istilah-istilah teknis, dan tunduk pada kaidah serta etika bahasa baku.
1. Sederhana, berarti selalu mengutamakan dan memilih kata atau kalimat yang paling banyak diketahui maknanya oleh khalayak pembaca umum yang sangat heterogen, baik dilihat dari tingkat intelektualitasnya maupun karakteristik demografis dan aspek psikografisnya, seperti status sosial-ekonomi, pekerjaan atau profesi, tempat tinggal, suku bangsa, serta budaya dan agama yang dianutnya. Kata-kata dan kalimat yang rumit, yang hanya dipahami maknanya oleh segelintir orang, tabu digunakan dalam bahasa jurnalistik.
2. Singkat, berarti langsung pada pokok masalah, tidak bertele-tele, tidak berputar-putar, tidak memboroskan waktu pembaca yang sangat berharga. Ruangan atau kaveling yang tersedia pada kolom-kolom halaman surat kabar sangat terbatas, sementara isinya banyak dan beraneka ragam.
3. Padat, setiap kalimat dan paragraf yang ditulis memuat banyak informasi penting dan menarik untuk khalayak pembaca.
4. Lugas, berarti tegas, tidak ambigu, sekaligus menghindari eufemisme atau penghalusan kata dan kalimat yang bisa membingungkan khalayak pembaca sehingga terjadi perbedaan persepsi dan kesalahan konklusi.
5. Jelas, berarti mudah ditangkap maksudnya, tidak baur dan kabur, jelas susunan kata dan kalimatnya sesuai dengan kaidah subjek-predikat-objek-keterangan (SPOK).
6. Demokratis, berarti bahasa jurnalistik tidak mengenal tingkatan, pangkat, atau kasta. Hanya menurut perpektif nilai berita (news value) yang membedakannya. Sebagai contoh, presiden makan, saya makan, pengemis makan, kambing makan.
7. Mengutamakan kalimat aktif; kalimat aktif lebih memudahkan pengertian dan memperjelas tingkat pemahaman. Kalimat pasif sering menyesatkan pengertian dan membingungkan tingkat pemahaman. Sebagai contoh, presiden mengatakan bukan dikatakan oleh presiden.
8. Menghindari kata atau istilah teknis; karena ditujukan untuk umum, bahasa jurnalistik harus sederhana, mudah dipahami, ringan dibaca, tidak membuat kening berkerut apalagi sampai membuat kepala berdenyut. Bagaimanapun, kata atau istilah teknis hanya berlaku untuk kelompok atau komunitas tertentu yang relatif homogen. Supaya mudah dicerna dan mudah dipahami maksudnya, istilah-istilah teknis itu hendaknya diganti dengan istilah yang bisa dipahami oleh masyarakat umum. Jika tidak terhindarkan, istilah teknis itu sebaiknya disertai penjelasan dan ditempatkan dalam tanda kurung.
9. Tunduk pada kaidah dan etika bahasa baku; salah satu fungsi utama pers adalah sebagai guru bangsa dengan fungsinya yang beredukasi, mendidik (to educated). Fungsi ini bukan saja harus tecermin pada materi isi berita, laporan, gambar, atau artikel-artikelnya, melainkan juga harus tampak pada bahasanya. Pada bahasa tersimpul etika. Bahasa tidak saja mencerminkan pikiran seseorang, tetapi sekaligus juga menunjukkan etika orang itu; orang terpelajar yang beretika tinggi. Bahasa pers merujuk pada bahasa baku. Bahasa baku artinya bahasa resmi sesuai dengan ketentuan tata bahasa serta pedoman ejaan yang disempurnakan berikut pedoman pembentukan istilah yang menyertainya.

BAB III

TEKNIK PENULISAN BERITA DAN ARTIKEL

“Sepudar-pudar tulisan masih lebih baik daripada pikiran yang baik, namun tak terlestarikan” (Al-Ghazali).
“Semua harus ditulis, apapun. Jangan takut tidak dibaca atau diterima. Yang penting tulis, tulis, tulis dan tulis. Suatu saat pasti berguna….” (Pramoedya Ananta Toer).

Metode paling sederhana untuk membuat tulisan yang layak baca adalah memenuhi rumusan 5 W 1 H (what, where, when, who, why dan how).
1. What artinya tulisan harus menjawab pertanyaan ada apa kepada kepada pembacanya.
2. Where menjawab tentang di mana kejadian berlangsung.
3. When tentang kapan peristiwa terjadi.
4. Who tentang siapa pelaku dan sasaran peristiwa.
5. Why menjawab pertanyaan mengapa peristiwa terjadi sedangkan.
6. Wow harus menjawab pertanyaan bagaimana kejadian berlangsung.
Semua kunci di atas, dapat dibolak-balik dengan sistematika yang terjaga, agar tidak keluar dari konteks pembahasan. Guna memudahkan penulis pemula, tulisan hendaknya dimulai dari pembuatan judul terlebih dahulu, baru pada bagian tulisan yang lain berupa tubuh berita dan kesimpulan. Upaya ini dilakukan agar tulisan tidak kehilangan fokus sejak dari awal hingga tulisan berakhir.
Jawaban-jawaban terhadap keenam pertanyaan tersebut kemudian ditulis dalam susunan seperti Piramida Terbalik. Fakta-fakta atau pokok pikiran yang dianggap penting ditempatkan pada paragraf pertama, biasa disebut lead, sedangkan fokus lainnya ditempatkan pada paragraf berikutnya sesuai dengan urutan tingkat kepentingannya. Urutan kepentingan ini dimulai dari yang paling penting, kurang penting sampai yang tidak penting.
Sesuai namanya, bentuk penulisan Piramida Terbalik (deduktif) adalah sebagai berikut. Paragraf Pertama; Berisi rangkuman yang memuat pokok-pokok pikiran atau inti dari keseluruhan tulisan, biasanya menjawab semua pertanyaan 5 W 1 H. Paragraf Kedua; Deskripsi agak lengkap tentang pertanyaan-pertanyaan sebelumnya. Paragraf Ketiga; Uraian data pendukung. Paragraf Keempat; Uraian tentang data yang masih relevan disajikan tapi bukan data pokok. Selain itu, bisa pula menggunakan Piramida Utuh (induktif), dengan membalik sistematika penulisan di atas.
Dengan menggunakan pola seperti ini, sebuah tulisan haruslah mampu memberikan wawasan yang dalam kepada pembacanya. Tak lupa, karya ilmiah populer haruslah mampu menjadi transformator nilai-nilai ilmiah secara cepat, terutama untuk memberi bahan bakar kreativitas khalayak berupa informasi-informasi yang obyektif, akurat dan aktual. Tanggung jawab sepenuhnya atas opini dan gagasan yang ada dalam tulisannya berada di tangan penulis. Karena itulah, dalam jurnalistik disebut sebagai tulisan by line. Artinya, dengan mencantumkan nama penulisnya. Secara garis besar, karya tulis ilmiah ini (ada yang menyebutnya sebagai "opini") dapat diklasifikasikan dalam berbagai bentuk
:
Artikel opini
Merupakan karangan khas, berupa pemikiran anda mengenai topik tertentu yang sedang aktual. Meski masih terpola pada bentuk "ilmiah populer", namun tetap memiliki karakteristik yang membedakannya dengan "tulisan ilmiah" (yang biasanya ndakik-ndakik) dan "makalah". Artikel opini ini menggunakan bahasa yang komunikatif. Artinya, tidak terlalu ilmiah seperti halnya artikel untuk Jurnal namun juga tidak terlalu formal laiknya makalah. Disamping tetap komunikatif, artikel ilmiah ini juga mengunakan bentuk penulisan yang informatif, eklektik, inovatif, apresiatif, namun tetap berbobot untuk dikonsumsi publik. Sistematika dalam penulisan artikel ini bisa diruntut menjadi; (1) pemilihan judul. (2) intro/ pendahuluan/ mukaddimah/ lead. (3) analisis/ kajian/ uraian. (4) Kesimpulan/ solusi.
Adapun secara metodologis, artikel bisa dibedakan menjadi tiga kategori; deskriptif, analitis, dan komparatif. (catatan : metode ini juga bisa digunakan untuk menulis resensi).
Pertama, deskriptif. Bentuk penulisannya bersifat linier. Sang penulis bermaksud mengangkat sebuah topik aktual dan mengemukakan atau menuturkan secara deskriptif:; terdiri dari pendahuluan (pengantar), isi (permasalahan), dan solusi (alternatif pemecahan masalah).
Kedua, analitis. Bentuk artikel semacam ini biasanya merupakan sebuah analisa atas sebuah problem atau berita yang masih aktual, yang membutuhkan analisis mendalam, berikut dugaan, tawaran, dan solusi pemecahan.
Ketiga, komparatif. Bentuk artikel semacam ini biasanya membandiungkan satu persoalan dengan persoalan lainnya yang signifikan dan relevan, membandingklan analisis satu dengan analisis lainnnya, lalu menawarkan jalan tengah atau solusi yang lebih relevan dan signifikan. Meski demikian, artikel yang bersifat komparatif bukan hanya dalam isi, melainkan juga dalam penyampaian atau penyajian. Contoh artikel di Harian Kompas hal 6, Jawa Pos hal 4.

Kolom
Lebih sederhana, jenis ini biasanya dipahami sebagai artikel untuk majalah. Ia bersifat praktis, tidak formal, bahkan cenderung dibumbui dengan humor atau filosofi, anekdot, atau analogi. Lebih spesifik lagi, kolom dengan intens menggedor perasaan dan kesadaran manusia, tanpa harus terjatuh pada diskursus akademis. Adapun dalam bahasa Zainal Arifin Thoha, kolom merupakan gabungan dari cerpen, puisi, artikel, essai, hikmah, bahkan cerita humor sekalipun. Dengan kata lain, kolom, merupakan ramuan berbagai macam menu tulisan yang bersifat padat namun berisi. Sedangkan dalam "Kata Pengantar" untuk buku kumpulan kolom Emha Ainun Nadjib, Slilit Sang Kiai, penyunting buku tersebut (Toto Rahardjo dan Kruskindho Ambardi) mengatakan bahawa "Kolom bukanlah artikel ilmiah, makalah diskusi, atau lembaran kertas kerja. Kolom tidak berambisi untuk menyajikan argumen yang dibangun secara ketat dengan dukungan data empirik yang akurat. Namun, kolom lebih merupakan obrolan yang ringkas, namun cerdas dan memikat." Sedangkan Aep Kusnawan menilai bahwa kolom dapat juga dikatakan sebagai sajian mulai yang paling serius sampai pada yang paling humoris, mulai dari yang filosofis sampai yang sangat keseharian, selama semuanya dapat dipertanggungjawabkan. Contoh kolom di Majalah Tempo (Goenawan Mohammad), Gatra (Yudhistira Massardi), AULA (Abdul Wahid Asa), Kompas (M. Sobari dan Ariel Heryanto), Surya (Dhimam Abror Juraid, Emha Ainun Nadjib), Jawa Pos (KH. Mustofa Bisri, Dahlan Iskan).

Essai.
Secara umum, biasanya dikaitkan dengan artikel sastra-budaya. Lantaran itu, artikel sastra terutama untuk koran minggu, biasanya disebut essai. Penulisan essai biasanya menggabungkan antara artikel bentuk kolom dan artikel opini. Selebihnya silakan amati sendiri. Contoh essai di Jawa Pos setiap hari minggu oleh D. Zawawi Imron.

Resensi
Secara gramatikal kata resensi ini adalah kata serapan dari bahasa asing, re artinya kembali dan sense artinya rasa. Jadi resensi adalah suatu aktivitas merasakan atau menghayati kembali terhadap sebuah obyek atau kegiatan. Materi resensi itu bisa merupakan suatu perpaduan antara mengulas, memaparkan, mengkritik, mengapresiasikan, menimbang dan lain lain. Resensi ini tak hanya terfokus meresensi buku saja, melainkan bisa film, lukisan, kitab kuning, pentas seni, ataupun obyek lain yang sekiranya memerlukan pemaparan dan penilaian yang lebih jauh. Jika disederhanakan, resensi diperlukan untuk menilai sebuah karya, apakah karya tersebut memiliki kualitas bagus, sedang, atau bahkan buruk. Inilah mengapa sebuah karya, penting untuk mendapatkan penilaian dan pengakuan dari publik. Contoh resensi buku biasanya terdapat di setiap media cetak pada hari Minggu.

Editorial
Jika beberapa bentuk tulisan di atas untuk kalangan eksternal media cetak, maka kalangan internal media cetak (redaksi) juga memiliki kolom tersendiri. Model penulisannya tidak jauh berbeda dengan bentuk artikel ilmiah. Namun editorial lebih mencerminkan sikap/ kebijakan sebuah media cetak dalam menyikap sebuah berita maupun problem aktual. Contoh editorial ini disebut Jati Diri (Jawa Pos) maupun Tajuk Rencana (Kompas).

Bagaimana Menggali Ide?
"Kadang-kadang saya tidak bisa membendung bayang-bayang ilham dan kata-kata yang menyerbu hati dan angan-angan. Karena itu saya menulis, tersendat, dan terus menulis lagi, lagi dan lagi…" (D. Zawawi Imron)
Ernest Hemingway, sastrawan terkemuka dan peraih nobel sastra asal Amerika, melahirkan novel monumental The Old man and The Sea. Ia menulis kisah nelayan tua yang miskin itu lantaran kesenangannya pada hobi beburu dan memancing. Pramoedya Ananta Toer merampungkan tetralogi Bumi Manusia karena ia gelisah tentang nasionalisme, otoritarianisme, serta tumpulnya daya kritis rakyat terhadap penguasa. Ahmad Tohari menelorkan novel trilogi Ronggeng Dukuh Paruk karena ia miris melihat nasib kesenian rakyat itu. Andrea Hirata menulis tetralogi Laskar Pelangi sebab ia ingin mengenang masa kecilnya di Bangka Belitong, sekaligus menyajikan ironi pendidikan di Tanah Air.
Apa yang dapat kita tangkap dari sekumpulan fakta di atas? Ternyata ide penulisan bisa lahir dari mana saja. Bisa dari kesenangan (hobi) seperti Hemingway, bisa dari kegelisahan sebagaimana yang dialami Pram, bisa pula akibat dari keprihatinan terhadap warisan budaya nenek moyang, bisa juga dari faktor nostalgia di masa kecil.
Inspirasi, ide, atau gagasan bisa datang dari mana saja dan kapanpun. Ia merupakan sesuatu yang muncul secara tiba-tiba dalam pikiran kita. Munculnya inpsirasi ini kadang erat kaitannya dengan pengalaman panca indera dalam menangkap respon tertentu yang dialami saat itu. Inspirasi ini nantinya mengarahkan penulis untuk menulis jenis karangan, baik artikel, cerpen atau puisi. Pemilihan jenis karangan ketika muncul inspirasi tergantung minat penulis saat itu.
Ya, karena kedatangannya tanpa bisa diduga, gagasan atau ide inilah yang biasanya menjadi problem tersendiri bagi seorang penulis. Padahal seringkali karya besar lahir dari sebuah ide sederhana. Berikut ini di antara beberapa sikap dan metode bagaimana kita menangkap sebuah ide :
Pertama, menumbuhkan sikap peka dan ingin tahu. Peka berarti tak melewatkan sedikitpun peristiwa maupun perkembangan yang terjadi. Menyerap segala informasi dan berusaha menganalisanya. Sedangkan rasa ingin tahu di sini berarti melihat sesuatu yang “luar biasa” di balik sesuatu yang “biasa”. Sebagai contoh, Sir Issac Newton menemukan teori relativitas saat ia kejatuhan apel tatkala asyik nongkrong di bawah pohon apel. Wright bersaudara menemukan gagasan membuat kapal terbang saat mereka sedang asyik memandangi burung-burung yang berterbangan. Mereka berhasil membaca sesuatau yang “luar biasa” di balik yang "biasa". Sikap inilah yang harus dicanangkan seorang penulis.
Kedua, mengasah daya kritis. Tatkala melihat sebuah fakta atau fenomena, usahakan untuk “membaca” sesuatu yang lain atau sesuatu yang tersembunyi di balik fakta tersebut. Misalnya, saat kita melihat pemberitaan di TV mengenai kasus Antasari Azhar, kita tidak melihatnya dari sudut pandang kebanyakan. Kita berusaha menangkap “ada apa di balik” peristiwa tersebut Kalau pemberitaan selama ini berkata “A” atau “B”, kita berusaha untuk menyuguhkan alternatif dengan pilihan “C” atau “D”. Jadi, selain berupaya melihat sebuah fakta dari perspektif lain, kita berupaya membuat sebuah rangkaian analisa yang diperdalam.
Selain itu, daya kritis diperlukan agar keingintahuan (rasa penasaran) kita terus bergolak. Kalau rasa ingin tahu terus mendesak, maka tiada pilihan lain kecuali kita terus berusaha untuk menjawabnya.
Pada dasarnya, menggali ide bukanlah sebuah kesulitan jika kita berusaha “membaca” segala sesuatu dengan perspektif lain. Jadi, seorang penulis harus memiliki kepekaan, analisis yang tajam, dan keberanian berekspresi. Karena ide adalah rancangan yang tersusun dalam pikiran; maka ide yang baik setidaknya ditentukan oleh:
1. Orisinalitas;
2. Berdampak;
3. Unik;
4. Baru (unsur kebaruan);
5. Bermanfaat.
Terkadang, ide datang sewaktu-waktu, tak memandang kapan dan dalam situasi apa ide tersebut nongol. Ide yang muncul harus segera ditulis, bagaimanapun caranya. Ide yang tidak segera ditulis, seringkali hilang terdesak oleh ide lain, atau tergeser oleh kesibukan kita. Petunjuk di bawah ini dapat dipergunakan sebagai perangkap untuk menjebak ide-ide yang terkadang bergerak liar.
1. Bawa alat tulis dan buku catatan kemanapun kita pergi. The Liang Gie, salah satu dedengkot kepengarangan itu, menuliskan idenya pada kertas berbentuk kartu yang selalu dibawa kemanapun.
2. Buat catatan atas peristiwa yang ditemui
3. Adakan riset, wawancara, dan diskusi, lalu dicatat. Suatu saat, ketika kita membutuhkan topik yang akan kita bahas, kita tinggal membuka catatan kita sebelumnya
4. Biasakan menulis dari hari ke hari. Sedikit dan pendek tak menjadi masalah. Hal ini untuk memelihara gairah menulis kita, juga agar kemampuan kita terus ter up-grade.
5. Catat setiap ide yang datang. Hindarkan kepercayaan yang terlalu berlebihan pada daya ingat kita. Sebab, siapa yang bisa menjamin ide tersebut akan sirna setelah 2-3 jam kemudian.

• Syarat ide di atas belumlah cukup, masih memerlukan;
1. Harus ada acuan, yakni informasi awal;
2. Tema harus dipertajam menjadi topik;
3. Agar tulisan kena sasaran pembaca yang lebih luas, maka kita harus memilih angle (sudut pandang);
Kemudian, tuliskan semua ide atau gagasan kita secara mengalir. Tatkala kita yakin, apa yang akan kita tulis adalah kebenaran, maka menulislah sesuai dengan tuntunan suara hati. Jangan takut tulisan kita jelek. Tulis saja!
Sebaiknya, kita jangan berhenti menulis ketika kita kehilangan ide, paksakan menulis terus. Berhentilah pada saat kita benar-benar tahu kelanjutan dari apa yang ingin kita tuliskan. Sebab berhentilah saat kita kehilangan ide, maka biasanya ketika meneruskannya kembali akan kesulitan, bahkan berubah ide. Akhirnya kita terkena virus bad mood. Toh, kalau pun kita tetap memaksakannya, maka tulisan itu akan terlihat tidak sinkron dan tidak mengalir.
Dalam kondisi seperti ini, Anda perlu mengendapkan ide terlebih dulu. Salah satu caranya adalah dengan mengundang situasi rileks; bisa dengan mendengarkan musik, bisa dengan cara keluar ruangan (lalu merokok untuk Anda yang ahli hisap), membaca literatur pendukung tulisan kita, atau cara-cara lain yang sekiranya membuat pikiran terasa fresh. Jika pikiran telah fresh, silahkan melanjutkan tulisan yang sempat macet tadi.

Modal Menjadi Penulis
”Bakat menulis itu hanya 5 %, lalu keberuntungan 5 %, sedangkan yang 90 % adalah kesungguhan dan kerja keras..." (Abdul Hadi WM)

Karya tulis memang beragam bentuknya. Ada scientific writings: memuat karya keilmuan berupa analisa tentang suatu persoalan, kasus atau benda; research writings, yang diangkat dari hasil penelitian, baik yang ditulis secara ilmiah maupun yang ilmiah populer; creative writings: novel, puisi, esai, naskah drama; dan ada pula journalistic reports seperti yang sering kita baca pada surat kabar atau majalah.
Adapun bentuknya, karya tulis itu dihasilkan karena dentuman kreativitas. Dan, kreativitas itu muncul apabilakita bersikap terbuka terhadap adanya kemungkinan-kemungkinan baru. Untuk menjadi penulis, secara garis besar membutuhkan modal 3 M; Mendengar, Melihat, dan Membaca. Apapun, kapanpun, dan dimanapun.
Selain itu, hal penting untuk menjadi penulis, kata Peter Henshall dan David Ingram dalam The News Manual adalah sebagai berikut :
1. Mempunyai ketertarikan pada keadaan sekelilingnya;
2. Mencintai bahasa; karena bahasa faktor penting dalam menulis;
3. Dapat dipercaya; berdasar kebenaran, akurat dan objektif;
4. Kritis, tiak mudah percaya pada informasi
5. Gigih, dan
6. Bersahabat
Kalaupun di tengah proses penulisan itu ide kita tiba-tiba macet, silahkan melakukan hal-hal yang saya sarankan di atas. Kalau ternyata setelah melakukannya ide tetap tidak muncul, lupakan tulisan itu untuk beberapa saat. Jordan E. Ayan, dalam bukunya Bengkel Kreativitas: 10 Cara Menemukan ide-ide Pamungkas, menyebutkan bahwa berdasarkan penelitian Graham Wallas terhadap proses berpikir para sarjana, ilmuan, dan ahli matematika tersohor, maka kreativitas itu muncul dengan empat tahap, yaitu: (1). Tahap persiapan; (2). Tahap inkubasi; (3). Tahap pencerahan; dan (4). Tahap pelaksanaan atau pembuktian. Nah, masa inkubasi; tahap istirahat; penyimpanan; pengendapan, itulah yang saya sebut dengan “melupakan tulisan yang telah kita tulis”. Mungkin sehari, seminggu, atau lebih. Ini sangat membantu kita untuk mengedit tulisan kita.
Setelah merampungkan tulisan kita, yang harus diperhatikan di sini adalah, jangan langsung puas. Bacalah kembali tulisan kita sekaligus mengeditnya. Ketika membaca ulang, posisikan diri kita sebagai pembaca, bukan sebagai penulis. Lupakanlah bahwa itu adalah tulisan kita. Dengan demikian, kita akan objektif dan kritis terhadap apa yang sedang kita baca. Pertama, bacalah isinya saja, abaikan tata bahasa atau ejaannya. Bila kita telah sepakat dengan isi tulisan itu, maka melangkahlah ke tahap kedua, yaitu perhatikan kata; kalimat; frase; paragraf yang paling menarik, maka pertahankan. Bersamaan dengan itu, telitilah kata sampai paragraf yang menurutmu tidak menarik, maka ubahlah. Tahap ketiga, sinkronisasikan seluruh kalimat sampai paragraf dalam tulisan itu. Dan tahap terakhir, perhatikan tanda baca, ejaan, atau hal-hal teknis lainnya, dan perbaiki semua yang salah. Editlah berkali-kali, sampai kita merasa yakin, bahwa tulisan kita telah bermutu.
Langkah selanjutnya adalah memberikan tulisan kita tadi kepada orang lain, agar ia memberikan masukan atau kritik. Ini sangat penting. Karena, terkadang, orang lain akan lebih mudah menemukan kekurangan tulisan kita. Minimal, untuk mengetahui apakah mereka faham atau tidak dengan tulisan kita. Maka, setelah orang lain membaca tulisan kita, maka tanyalah apa yang mereka tangkap dari tulisan itu. Bila penjelasan mereka sesuai dengan apa yang kita inginkan, berarti kita telah berhasil menuliskan gagasan kita. Sebaliknya, bila orang lain bingung, atau berbeda dengan yang kita inginkan, sebaik kita edit ulang. Saran saya, agar kiat-kiat ini efektif, bergabunglah dengan komunitas penulis, misalnya Forum Lingkar Pena (FLP), KOMBAS (Komunitas Baca Surabaya) dan lain lain.

Tips Menulis di Media Massa
”Menulis sekarang menjadi kehidupan yang tidak bisa dipisahkan. Kalau pergi kemana-mana, jauh dari komputer, kangen. Saya setiap hari harus menulis sehingga ada kebutuhan untuk menulis. Setelah urusan lain-lain di rumah selesai, aktivitas pertama adalah menulis. Meutup hari juga dengan menulis. (Asma Nadia)

“Jangan bikin kepalamu menjadi perpustakaan, pakailah pengetahuanmu untuk diamalkan” (Swami Vivekananda)

Berikut ini sengaja saya sarikan beberapa tips menulis di media massa, terutama penulisan artikel-opini. Tentu tidaklah lengkap dan bukanlah aksioma yang harus diikuti. Namun tips ini sekedar rambu-rambu yang bisa memberikan sedikit panduan mengenai menulis di media massa.
a). Aktual
Surat kabar atau majalah mingguan memiliki ciri utama aktual. Harian seperti Kompas atau Republika sangat terikat dengan waktu. Harian mencerminkan berita dan informasi setiap hari. Berita hari ini akan menjadi basi pada keesokan harinya. Koran hari ini tidak akan menjadi panduan lagi pada keesokan harinya. Jadi, artikel dan opini di dalamnya harus hangat dan aktual. Misalnya, saat ini sedang aktual tentang pilpres. Maka artikel yang ditulis bisa jadi membahas tentang pilpres, namun dari perspektif yang bermacam-macam. Dengan sendirinya sebuah tulisan yang aktual dan lagi hangat dibicarakan kans untuk dimuat akan semakin besar.
b). Ringkas, Jelas, dan Fokus
Selain aktual, sebuah artikel diharapkan oleh pembacanya ringkas dan jelas. Ringkas, artinya pembahasan mengenai sebuah topik dilakukan secara garis besar, tidak sampai detail. Rincian angka atau teori yang teknis, adakalanya tidak perlu dibahas, apalagi kajian mengenai teori yang berbeda-beda. Cukup satu pendekatan dan terangkan dengan mendalam. Jelas, artinya tulisan itu mencerminkan judul. Fokus, artinya pembahasan yang dilakukan tetap pada koridor permasalahan yang diangkat.
3. Paragraf yang jelas
Sebaiknya sebuah artikel menggunakan sub judul dengan paragraf yang jelas. Paragraf mencerminkan langkah-langkah untuk menjelaskan pendapat, atau argumentasi. Sub judul kecil akan sangat membantu pembaca merangkum dengan cepat. Perlu diingat bahwa artikel di media massa bukan uraian akademis. Maka selazimnya jika tulisan tersebut bisa dikunsumsi dan dipahami pembaca dari semua lapisan. Editor rubrik artikel sadar akan bayangan mengenai pembacanya ketika menerima sebuah artikel.
4. Pikirkan panjang tulisan
Sebuah tulisan di surat kabar biasanya berkisar antara empat sampai lima setengah halaman A4 dengan format dua spasi. Bisa juga dua setengah halaman kuarto satu spasi (5500-6500 karakter). Empat halaman sudah dianggap cukup tetapi lebih dari enam halaman dianggap bisa terlalu panjang. Ketentuan ini tentu tidak kaku, tergantung kondisi pembahasan artikelnya apakah memang sangat menarik perhatian pembaca.
6. Gaya tulisan enak dibaca
Gaya tulisan juga akan sangat mempengaruhi keputusan editor artikel. Sebuah tulisan yang diuraikan dengan gaya bahasa yang enak tetapi berbobot kemungkinan akan dipertimbangkan. Untuk menemukan bagaimana gaya menulis Anda, tentu dilalui dengan latihan, latihan dan latihan. Meskipun gaya tulisan Anda misalnya masih kaku, asalkan cukup jelas dan ringkas, Artikel anda masih banyak peluangnya.
7. Format yang apik
Tulisan yang berbobot tidak hanya dalam uraian dan sudut pandangnya, tetapi juga dalam cara penyajiannya. Dengan digitalisasi hampir semua surat kabar dan majalah di Indonesia, maka menulis dengan komputer merupakan sebuah kemestian. Biasakan dengan menulis yang apil sesuai tanda baca dan sesuai bunyi kata. Editor biasanya cepat mengetahui bagaimana tingkat kesungguhan Anda dalam menulis ketika melihat bentuk tulisan dan kesalahan gramatikal atau kesalahan pengetikan kata. Semakin banyak kesalahan menuliskan kata-kata akan semakin cepat disingkirkan dari urutan untuk dimuat.
5. Sertakan CV singkat
Sebuah keterangan mengenai siapa Anda akan sangat banyak membantu editor untuk memutuskan apakah artikel ini ditulis seorang awam, pakar atau peneliti. Seorang jenderal yang menulis tentang teknologi militer akan sangat besar kans-nya untuk dimuat, dibandingkan dengan insinyur teknik. Namun editor juga tidak terkecoh nama besar Anda, melainkan menitik beratkan pada kualitas tulisan Anda. ***
Tips di atas tentu saja sekali lagi bukan sebuah “pakem” dimuat dan tidaknya sebuah tulisan. Adakalanya karena editor ingin sekali memuat sebuah topik yang lagi hangat dibahas dan sedikit pilihannya maka bisa jadi tulisan Anda pun lolos untuk dimuat meskipun editor harus kerja keras merombak dan mengeditnya.

Efektif Menulis Resensi Buku
"Aku akan menulis sekalipun belum tahu diterbitkan atau tidak…." J.K. Rowling (Pengarang novel Harry Potter)
Kata “resensi” berasal dari Bahasa Belanda recensie. Orang Belanda mencomot kata tersebut dari bahasa Latin recencere, yang bermakna memberi penilaian. Dalam bahasa Inggris digunakan istilah review untuk mengupas isi buku, pertunjukan musik, seni tari, seni lukis, film, drama dan sebagainya.
Dari asal kata di atas, resensi buku dapat dipahami sebagai langkah memberikan penilaian, mengungkapkan kembali isi buku, memberikan ulasan, membahas, mengkritik maupun meringkas. Dengan pengertian yang cukup luas itu, maksud ditulisnya resensi buku ialah unuk menginformasikan apa saja yang termuat dalam buku itu secara sekilas kepada orang lain.
Menulis resensi pada dasarnya sama dengan menulis karya ilmiah seperti artikel, opini, feature. Berbagai macam bentuk penulisan bisa diterapkan. Yang sering kita lihat di media massa biasanya berbentuk artikel yang panjangnya kira-kira antara 5000 sampai 8000 karakter. Ada yang juga yang berbentuk ulasan naratif feature karakternya lebih panjang dari ukuran dari 8000 karakter.
Minimal ada beberapa jenis resensi. Pertama; Resensi naratif hanya mengeksplorasi isi atau kandungan buku, baik secara utuh maupun dengan cara memilih bab-bab tertentu. Dengan kata lain, resensi naratif hanya menjadi sound system bagi buku yang dikaji.
Kedua; Resensi kritis. Bentuk resensi yang satu ini tidak hanya memaparkan isi atau kandungan buku, namun lebih jauh melakukan analisis dan kritik yang lebih tajam. Memaparkan kelebihan sekaligus kelemahan buku.
Ketiga; Sedangkan jenis resensi komparatif adalah resensi yang melakukan kajian paduan terhadap dua buku atau lebih. Koran atau media massa yang sering memuat resensi seperti ini adalah Kompas dan Media Indonesia. Jenis resensi yang terakhir ini adakalanya menggunakan metode naratif, yakni dengan menggali titik equilibrium dari dua buku yang diresensi. Namun adakalanya juga menggunakan metode kajian kritis. Metode seperti ini memiliki dua jenis kajian lagi, yaitu:
1. Menjadikan buku yang satu sebagai pisau analisis untuk menelanjangi buku yang lainnya.
2. Atau kedua-dua buku tersebut sama-sama dikritisi atau ditelanjangi.
Tentu saja beberapa jenis resensi di atas tidak baku. Bisa jadi resensi jenis informatif namun memuat analisa deskripsi dan kritis. Alhasil, ketiganya bisa diterapkan bersamaan.
Beragam jenis buku tentu menjadi persoalan tersendiri. Karya ilmiah semacam tesis, skripsi, disertai akan berbeda dengan buku novel. Begitu juga metode penulisan tidak akan sama saat kita praktekkan.
Di bawah ini, ada beberapa kiat yang bisa membantu kita untuk mempermudah penulisan resensi.
1. Baca isi buku dengan pemahaman keilmuan yang kita miliki. Seorang yang tidak menguasai teori sastra sama sekali, jelas akan kesulitan menganalisa buku sastra. Apakah peresensi harus seorang ahli/ilmuwan? Tentu tidak. Tapi, minimal menguasai dasar-dasar suatu ilmu pengetahuan yang ada dalam isi buku tersebut.
2. Peresensi yang baik seyogyanya membaca isi buku secara lengkap, jika perlu berulang-ulang dan membandingkan dengan beberapa buku serupa. Tapi ini akan merepotkan dan menghabiskan energi. Peresensi yang demikian biasanya untuk penulisan jenis resensi kritik. Untuk jenis resensi informatif atau deskriptif, kita hanya mencari bagian-bagian point of view dari tema buku, termasuk kata pengantar dan epilog. Namun demikian, hanya bisa diterapkan untuk mengulas buku ilmiah yang mana bab per babnya disusun secara baku dan teratur. Untuk buku jenis novel jelas tidak bisa diterapkan.
3. Pilih tema pokok yang ingin anda jelaskan dalam resensi. Point of view, atau angle tidak boleh lebih dari satu. Hal ini untuk menghindari melebarnya pembahasan dari tema pokok.
4. Kutip beberapa materi dari isi buku sebagai data ulasan.
5. Berikan penjelasan pada lead tulisan secara singkat dan deskriptif isi buku.
6. Materi isi buku dijabarkan pada bagian struktur/badan penulisan.
7. Akhiri penulisan dengan komentar singkat. Peresensi yang baik akan menyanjung dan mengkritik secara objektif dan proporsional. Ingat, posisi peresensi dalam hal ini adalah sama dengan seorang ilmuwan. Tak boleh subjektif dan distortif dalam menyampaikan ulasan.
Bagi saya, menulis ulasan buku ibarat melakukan I’tibar dalam pengertian Ibnu Khaldun. Melakukan I’tibar dalam pengertian ulama Andalusia ini adalah melakukan sebuah proses penerobosan dari fenomena lahiriah sebuah tulisan ke dalam jantung atau esensi yang terletak dalam batin tulisan tersebut, serta menemukan motif tersembunyi yang menggerakkan seseorang untuk menggoreskan ide-idenya.
Setelah mengenal apa dan bagaimana cara menulis resensi di atas, sekarang persoalannya adalah kapankah Anda akan mulai menulis? Ya, kapan lagi kalau bukan SEKARANG...!

BAB IV

TEKNIK WAWANCARA

Apa Itu Wawancara?
Ankur Garg, seorang psikolog menyatakan bahwa wawancara bisa jadi alat bantu saat dilakukan oleh pihak yang mempekerjakan seorang calon/ kandidat untuk suatu posisi, jurnalis, atau orang biasa yang sedang mencari tau tentang kepribadian seseorang ataupun mencari informasi.
Ada dua proses besar dalam jurnalistik yaitu penulisan berita (writing) dan pencarian data (hunting). Dua hal ini tidak akan bisa dipisahkan. Dalam berita tentunya harus ada tulisan meskipun itu berita untuk media cetak maupun mendia elektronik. Dalam setiap kali penyajiaannya tentu harus dibuat dalam bentuk tulisan terlebih dahulu, meski nantinya yang berikan adalah dalam bentuk audio seperti yang ada pada media elektronik televisi dan radio.
Sedangkan dalam proses penulisan berita tentunya harus didukung dengan berbagai data yang diperlukan, data-data ini hanya bisa didapat dengan cara perburuan atau percarian (hunting). Jelas tanpa adanya adanya data tidak akan terbangun berita yang otentik, akurat dan nyata.
Pencarian berita bisa dilakukan dengan beberapa cara diantaranya;
1. Menyaksikan peristiwa langsung : Apa yang dilihat langsung oleh seorang reporter bisa dijadikan sebagai sumber berita. Peristiwa tersebut kemudian disajikan dalam bentuk tulisan sesuai dengan fakta yang dilihatnya. Seperti wartawan perang yang menyasikan langsung kejadian perang tersebut.
2. Wawancara : Data didapat dari cara mewawancarai narasumber, hasil wawancara tersebut menjadi dasar dalam penulisan berita.
3. Analisis data dan fakta (referensi) : selain pandangan langsung dan juga dari hasil wawancara, pencarian data juga bisa didapat dari data data terlulis seperi buku, ensikopedia dan yang lainnya.
Namun semua untuk mencapai hasil yang maksimal, proses wawancara diatas sebaiknya (harus) direncanakan terlebih dahulu.

Hunting
Dalam melakukan berburuan data atau berita ada bebera hal yang harus dilakukan.
Preparation (persiapan) : Ada dua hal yang harus disiapkan, yaitu alat dan juga pertanyaan.
a. Persiapan alat diantaranya ballpoint, buku catatan, alat perekam dan kamera.
b. persiapan pertanyaan diantaranya daftar perntanyaan, mengetahui backgrund narasumber, pengenalan masalah, riset dan data penunjang.

Wawancara
1. Direct interview : Wawancara secara langsung dengan narasumber. Biasanya dilakukan dalam suatu kesempatan dan dengan waktu yang relatif lebih lama. Keunggulan dari wawancara ini bisa mendapatkan data yang lebih komplit dari narasumber seperti yang diinginkan.
2. Door stop interview : Wawancara dengan menghadang narasumber ketika dalam kesempatan mendesak. Teknik ini dilakukan ketika narasumber tidak punya waktu cukup banyak untuk wawancara karena kesibukannya. Namun dalam teknik ini data yang didapat kurang mendalam karena keterbatasan waktu yang relatif singkat.
3. By phone interview : Saat ini wawancara juga bisa dilakukan melalui telepon. Keuntungan dari wawancara yang satu ini hampir sama dengan wawancara langsung, bisa mendapatkan data yang lebih detail. Namun kadang kala juga hasilnya sama dengan door stop interview, sebab narasumber dalam keadaan sibuk. Disatu sisi, cara yang satu ini juga tidak bisa dijadikan andalan, sebab ada kalanya nomor yang dihubungi tidak sambung atau tidak diangkat oleh pemiliknya. Selain itu, ketika melakukan wawancara via telepon, harus menunjukkan idetitasnya secara lengkap.
4. Press conference : Data sebagai bahan berita juga bisa didapat dari jumpa pers yang diadakan suatu instansi, perusahaan atau perorangan sebagai narasumber. press coference bisa juga berbentuk tulisan resmi yang dikirimkan narasumber ke meja redaksi atau ke reporternya sendiri.
5. Man in the street interview : Menanyai orang-orang di jalanan, untuk mengetahui tanggapan dan pendapat khalayak terhadap peristiwa tertentu.
Orang-orang yang ditanyai/tanggapan tidak ditentukan, tetapi dipilih secara acak. Kelemahan dari wawancara jalanan ini adalah sempitnya waktu untk mengajukan pertanyaan serta untuk memberikan kejelasan. Dengan demikian reaksi yang diwawancarai akan dangkal pula, karena keterbatasan waktu.
Unti lebih amannya dari tuduhan mengada-ada sebaiknya menggunakan recorder waktu wawancara serta kamera, sebab yang diwawancarai sulit ditemukan kembali untuk re-checking.
6. Personality interview : Atau wawancara mengenai pribadi seseorang yang ditokohkan. Biasanya dimuat dalam bentuk profil, tokoh siapa dan mengapa yang menonjolkan sikap dan pandangannya yang patut dijadikan contoh yang baik oleh khalayak.
Wawancara pribadi juga bisa dilakukan terhadap orang yang menunjukkan keluarbiasaan, aneh dan bertingkah eksklusif.
7. Prepared question interview :Adalah wawancara yang sering digunakan mass media untuk memperoleh tanggapan dan pendapat terhadap hal-hal yang rumit, menyangkut data-data, dan menyangkut disiplin keilmuan.
Untuk jenis ini, daftar pertanyaan dipersiapkan dan ditulis terlebih dahulu kepada nara sumber atau dikirimkan melalui pos atau kurir. Saat nara sumber menjawab pertanyaan yang mewawancarai tidak perlu hadir.
Wawancara tertulis ini akan memberikan waktu yang cukup kepada nara sumber guna mempertimbangkan dan memberikan jawabannya.
8. Group interview : Group interview adalah wawancara antara serombongan jurnalis dengan sekelompok nara sumber, bisa juga disebut symposium.
Wawancara seperti ini biasanya dimulai dengan sejenis konferensi pers yang kemudian dilanjutkan dengan menghadirkan sekelompok sumber (ahli) dan jurnalis juga terdiri atas beberapa media.

Tahapan wawancara
1. Getting in : Sebelum melakukan wawancara serusnya dilakukan berbagai perisapan, hal ini untuk mendapatkan hasil maksimal sesuai dengan tujuan pemberitaan. Beberapa persiapa yang harus dilakukan adalah;
a. Topik : Sebelum bertemu dengan narasumber, harus ada topik yang akan dijadikan berita.
b. Riset : Melakukan kajian terlebih dulu terhadap topik yang akan dijadikan berita.
c. Daftar pertanyaan : Menyusun rencana pertanyaan yang akan diajukan ke narasumber.
2. Getting along : Dalam melakukan wawancara terkadang terjadi hal-hal yang tidak diinginkan, untuk menghindarinya ada beberapa cara yang bisa dilakukan. Diantaranya ;
a. Kontrol situasi : mengetahui betul keadaan sekitar termasuk keadaan narasumber.
b. Tidak retoris ; sebaiknya jangan mengajukan pertanyaan yang jawabannya sudah diketahui. Hal ini mengakibatkan pemborosan pertanyaan atau mubadir.
c. Mendengarkan : Mendengarkan dan menyimak setiap jawaban dari narasumber, sebab ini adalah bentuk dari akurasi berita yang disajikan. Selain itu jika ada pernyataan yang belum jelas bisa langsung ditanyakan.
d. Siap pertanyaan lanjutan : Setelah narasumber usai menjawab pernyataan harus disusul dengan pertanyaan selanjutnya. Khususnya lebih ketika arah jawaban narasumber sudah tidak sesuai dengan topik yang diinginkan.
3. Getting out : Setelah melakukan wawancara dipastika akan mendapatkan sasaran yang diinginkan. Namun jangan lupa untuk mengecek akurasi data, nama narasumber dan yang lainnya. Jika perlu tinggalkan nomor kontak supaya bisa dihubungi narasumber dan juga minta nomor kontak supaya bisa menghubunginya. Usahakan mampu tinggalkan kesan yang baik, sebab dari kesan tersebut narasumber akan mengingat dengan reporter dan juga wawancara tersebut.

Dalam wawancara alangkah baiknya jika mengetahui terlebih dulu siapa yang akan diwawancarai, setidaknya mengetahui karakteristik narasumber. Kemudian dari situ berusaha untuk mendapatkan moment yang paling tepat untuk melakukan wawancara. Sebab dengan moment yang tepat maka akan mampu mendapatkan data yang lebih akurat.

Selamat mencoba………good luck

Tidak ada komentar:

Posting Komentar